MUHAMMAD SYAHIRUL BIN HANIPPUDIN - 04DPT13F1019
MUHAMMAD FITRI BIN ABDUL GHANI - 04DPT13F1036
MUHAMMAD FITRI BIN ABDUL GHANI - 04DPT13F1036
"Ditengah semakin sempitnya lahan untuk pertanian, budidaya dengan penerapan teknologi screen house dapat menjadi pilihan, walaupun ada biaya yang harus dikeluarkan, sebanding dengan hasil yang akan di dapat".
Mungkin ada yang bertanya, “Emang apa bedanya Screen House dengan Green House?”. Menurut pengalaman saya dilapangan antara keduanya tidaklah terlalu berbeda, persamaan tersebut seperti dalam hal bentuk konstruksi, baik menggunakan model piggy back (joglo), tunnel house atau shadinghouse tinggal kita menyesuaikan dengan daerah dimana screen house akan dibangun. Begitu juga bahan pembentuk konstruksinya pun sama, bisa menggunakan bahan dari bambu, kayu, beton atau dari besi.
Screen house saya menyebutnya karena seluruh bangunan house menggunakan screen sebagai media penutupnya. Sedangkan green house biasa menggunakan UV, Polykarbonat, plastik atau kaca sebagai penutup seluruh house atau sebagiannya. Kemudian, budidaya disini tanpa memakai drift irigation system yang biasa digunakan pada green house. Mengenai perbedaan antara keduanya secara lebih jauh akan dibahas dalam artikel lainnya.
Dengan menerapkan pola screen house sederhana (seperti dalam gambar 1), dapat memberkan beberapa keuntungan, antara lain;
Pertanian di Indonesia seperti kita ketahui, sangat tergantung pada keadaan cuaca dan juga terkadang susah diprediksi yang akhirnya petani sulit menentukan jenis tanaman yang akan diproduksi, Dengan kondisi seperti ini, banyak petani terjebak karena salah menentukan komoditas yang di tanam. Karena jika musim hujan terlalu panjang akan menyebabkan banyaknya penyakit seperti fusarium dan pembusukan akar. Atau, jika musim terlalu kering akan menyebabkan tanaman kekurangan air, tingkat serangan hama tinggi yang akhirnya dengan kondisi tersebut menimbulkan kerugian bagi petani seperti gagal panen atau biaya produksi yang tinggi. Untuk meminimalisir kerugian tersebut, tentu harus dicari suatu solusi alternatif bagi petani.
Budidaya dengan penerapan teknologi pertanian seperti screen house dapat menjadi salah satu pilihan solusi, hal ini karena, pengaturan jadwal produksi dapat dilakukan, seperti dengan menerapkan pola seri tanam yang terkontrol atau dengan mikroklimat yang diatur, sehingga inflasi produksi dapat ditekan, yaitu pada saat tertentu suatu komoditas sulit ditemui mengakibatkan harganya demikian tinggi, sementara pada waktu lain kebanjiran produk menyebabkan harga anjlok, sehingga kerugian segera tiba. Dengan demikian, produksi budidaya secara mandiri dan berkesinambungan dapat dicapai dan ketergantungan pada lingkungan luar bisa diminimalisir.
Budidaya dengan penerapan teknologi pertanian seperti screen house dapat menjadi salah satu pilihan solusi, hal ini karena, pengaturan jadwal produksi dapat dilakukan, seperti dengan menerapkan pola seri tanam yang terkontrol atau dengan mikroklimat yang diatur, sehingga inflasi produksi dapat ditekan, yaitu pada saat tertentu suatu komoditas sulit ditemui mengakibatkan harganya demikian tinggi, sementara pada waktu lain kebanjiran produk menyebabkan harga anjlok, sehingga kerugian segera tiba. Dengan demikian, produksi budidaya secara mandiri dan berkesinambungan dapat dicapai dan ketergantungan pada lingkungan luar bisa diminimalisir.
Selanjutnya, budidaya di dalam screen house juga dapat meningkatkan hasil produksi lebih tinggi dibanding dengan areal yang terbuka. Karena screen house, diantaranya dapat meningkatkan tingkat harapan hidup dari bunga menjadi buah. Kondisi areal yang beratap dan lebih tertata menyebabkan pengawasan dapat lebih intensif dilakukan. Bila terjadi gangguan terhadap tanaman baik karena hama, penyakit ataupun gangguan fisiologis, dapat dengan segera diketahui untuk diatasi.
Seperti potensi munculnya bunga pada tanaman cabai bisa mencapai 1000 bunga dalam satu siklus tanam. Didalam screen house tingkat kerontokan bunga dapat diminimalisir dengan harapan hidup bunga menjadi buah 300-400 buah, sedangkan di areal terbuka tingkat hidup bunga yang menjadi buah hanya sekitar 80-120 buah dalam satu siklus tanam. (Seperti dalam gambar 3).
Sebagaimana disebut diatas pada areal luasan yang sama, tingkat produksi budidaya di dalam screen house lebih tinggi dibandingkan di luar screen house. Artinya, terjadi konversi lahan setidaknya 1.5 - 3 kali dibanding budidaya diluar screen house. Hal ini tentu dapat menjadi alternatif di tengah semakin sempit dan mahalnya lahan untuk pertanian juga mengurangi tingginya biaya produksi dari pestisida, terlebih bagi pertanian komoditas hortikultira.
4. Mengurangi biaya pestisida
Sama seperti green house, screen house dapat memberikan perlindungan tanaman terhadap hama dan penyakit. Screen dengan kerapatan mikron yang baik tidak dapat dilewati oleh hama seperti kutu daun, tryps dan lainnya. Sehingga biaya pestisida dapat diminimalisir.
5. Meningkatkan kualitas produksi
Efek radiasi matahari seperti sinar UV, angin, kelebihan temperatur, air hujan, debu, polutan dan residu pestisida tentunya akan mempengaruhi penampilan visual, ukuran dan kebersihan hasil produksi. Dengan kondisi lingkungan yang terlindungi dapat memberikan hasil produksi tanaman yang berkwalitas baik ukuran maupun bentuk visual produk.
6. Sarana agrowisata dan penelitian
Budidaya dengan screen house dapat menjadi sarana agrowisata dimana pengunjung dapat melihat berbagai jenis tanaman yang kita tanam, karena dengan screen house performence budidaya kita akan lebih terlihat profesional dan, screen house dapat menjadi sarana penelitian bagi petani dan civitas pertanian lainnya untuk dunia pertanian yang selalu dinamis perkembangan dunia.